MAPAN dan GPPM tuntut pelaku pencabulan anak dibawah umur ditindak ke Kejari


Terkait kasus dugaan pencabulan dan pemerkosaan terhadap seorang anak dibawah umur yang dialami AR (14) warga Kampung Babakan RT 003/003 Desa Sentul Kecamatan Babakan Madang Bogor, GPPM (Gabungan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa) & MAPAN (Masyarakat Peduli Anti Narkoba ) minta Kejari Cibinong serius dalam penanganan.
Hal ini diutarakan Ketua Umum MAPAN, P.S.F Parulian.H yang mengawal dari awal kasus ini pasca konprontir antara korban AR dan tiga orang tersangka pelaku Theo, Kelvin dan Iwan di ruang unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) Polres Cibinong, Rabu (24/1/2018).
“Saya heran melihat pernyataan pendapat Jaksa Ruslan Ilham yang menangani perkara. Seperti sengaja mempersulit Polisi penyidik (Polres Cibinong) yang memeriksa kasus. Saya menduga ada yang ganjil dalam pendapat Jaksa itu,” ujar dia.
Cerita Parulian, dalam pertemuan konprontir dihadiri korban AR dan ketiga orang tersangka pelaku, Ketua GPPM, Omen, Sekretaris GPPM Ramdani, dirinya yang didampingi Kuasa Hukum korban, Martinus Hasibuan SH MH serta pihak penyidik Polres Cibinong, Iptu Isep Sukana ,S.E, Brigadir Gilang Ginanjar, SH dan Bripda Rossiany Fauziyyah.
Di pertemuan tersebut, penyidik Polres Cibinong memperlihatkan tulisan oknum Jaksa Ruslan yang meminta penyidik Polres melengkapi petunjuk Kejaksaan (P18). “Seperti meminta pakaian dalam sewaktu kejadian. Untuk apa coba.? Itu dikatakan harus ada agar para pelaku dapat dijerat Undang-undang perlindungan anak. Kan tidak logika,” tuding Parulian.
Informasi dihimpun, pencabulan dan pemerkosaan terhadap AR dilakukan tersangka pelaku selama di tiga hari berbeda waktu dan tempat kejadian. “Coba ntar kita tanya Jaksa itu, apa tau dan masih ingat sewaktu malam pertama, dia (Ruslan) pakai celana dalam apa. Saya sendiri saja tidak tahu. Apalagi anak polos dibawah umur ditanyakan seperti itu. Sudah tak benar ini,” beber dia.
Senada dengan Parulian, Ketua GPPM Omen akan melakukan tindakan aksi demo bilamana pihak Kejaksaan Cibinong tidak serius dalam penanganan kasus. “Kami siap turunkan massa sebanyak-banyaknya kalau ini (Kasus) tidak jelas. Kami percaya dengan pak Parulian sebagai Korwil GPPM, pimpinan kami juga. Yang tetap kekeh, berani berjuang membela rakyat kecil seperti keluarga pak Yadih (Ayah AR) ini,” celetuk Omen bernada marah.
Masih kata Parulian, pernah didatangi seorang oknum Polisi mengaku berpangkat AKP (Pol) bernama Taufik. “Dia (Taufik) mengatakan dirinya adalah seorang ajudan Kombes Polisi yang bertugas di Mabes POLRI. Kami ditemui di warung dagangan sayur pak Yadih pada hari Rabu (17/1/2018) siang. Beliau mencoba lakukan mediasi yang kata dia juga adalah utusan keluarga para tersangka,” terang pria berkacamata ini.
Dalam pertemuan, lanjut Parulian, Taufik menawarkan dua opsi. Yakni pernikahan dan ganti rugi sebesar Rp. 25 – 35 juta. Namun kedua opsi di tolak mentah-mentah.
Sementara itu, Kuasa Hukum AR, Martinus prihatin dengan analiasa pendapat Kejaksaan. “Mungkin kita masih ingat dengan kasus Syeh Puji (Pujiono Cahyo Wodiyanto) yang sempat membuat heboh. Ia (Syeh Puji ) yang menikahi gadis belia dikatakan secara resmi begitu saja dihukum 4 tahun penjara. Ini dicabuli 3 orang, harusnya kejaksaan memastikan penyidik Polisi dapat mengggiring ke Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-undang Perlindungan Anak, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002,” jelas Martinus kepada PostKeadilan di kantor Redaksi PostKeadilan, Komplek wartawan Antara, Rabu (24/1/2018).
Martinus menambahkan, Jaksa coba memakai pasal 81 ayat 1 yakni Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
“Itu saya lihat pendapat Jaksa Ruslan yang orientasi kasus tersebut hanya ke ayat 1 Pasal 81. Namun sebagaimana saya ketahui, pasal 81 ayat 2 disebut Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain,” ujar Martinus membaca UU Perlindungan Anak (UU No 23 Tahun 2002).